Rabu, 11 November 2015

Permasalahan Pendidikan

     Pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa. Masa depan suatu bangsa bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat, bangsa atau pun negara dalam menyelenggarakan Pendidikan Nasional.
Pendidikan dalam konteks upaya memperbaiki suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa) yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan yang selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa.
  Amanat konstitusi  Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dalam UUD 1945 dengan tegas dan jelas memposisikan pendidikan nasional pada posisi strategis sebagai instrumen perjuangan bangsa yang tidak hanya berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa tapi membangun bangsa, peradaban bangsa, nilai-nilai moral dan semangat perjuanganan bangsa untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan negara. Salah satu amanat UUD 1945 kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah-ubah.
Sejalan dengan perkembangan zaman, maka timbul permasalahan-permasalahan pendidikan yang kompleks.  Memasuki abad ke-21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Berbagai persoalan pendidikan muncul dan berkembang seperti rendahnya kualitas pendidikan secara umum, masalah anggaran pendidikan, tidak meratanya kesempatan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Lebih khusus lagi, problematika juga  terjadi pada profesi keguruan yang merupakan ujung tombak dunia pendidikan. Beberapa permasalahan tersebut antara lain rendahnya kualitas guru, tidak profesional dalam melaksanakzan tugas keguruan , kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru,  tingkat kesejahteraan guru yang relatif masih rendah dan distribusi pemerataan penempatan  guru yang kurang seimbang.
Permasalahan pendidikan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Apabila ditelaah lebih jauh, maka kita akan menemukan sekumpulan hal-hal rumit yang sangat susah untuk disiasati.  Masalah yang dihadapi tersebut akan lebih susah jika saling berkait satu sama lain
Banyaknya permasalahan yang timbul dalam dunia pendidikan  merupakan suatu tantangan besar yang harus dihadapi oleh seluruh komponen pendidik. Permasalahan pendidikan merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan kajian problematika pendidik di Indonesia yang merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.

           
A.      Berbagai Permasalahan Pendidikan di Indonesia
   UUD 1945 mengamanatkan pendidikian sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas handal yang dapat membangun bangsa dan negara yang akan bermuara pada tingkat kehidupan yang layak dan sejahtera serta mampu berdaya saing tinggi sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan teknologi.
   Dalam upaya mengemban amanat tersebut, bangsa Indonesia menghadapi  berbagai persoalan yang muncul silih berganti melanda dunia pendidikan nasional. Persoalan pendidikan di Indonesia adalah persoalan yang rumit, yang dimaksud di sini mengandung banyak macam problematika.
Indonesia saat ini berada dalam situasi transisi dari era sentralisasi ke era desentralisasi, upaya pembuatan kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasinya yang dulu dilakukan secara terpusat oleh aparat pemerintah pusat, sekarang didistribusikan secara desentralisasi ke daerah-daerah. Demikian juga halnya urusan pendidikan, terjadi perubahan paradigma yang dulunya sarwa Negara (state driven) kini mulai berorientasi pada aspirasi masyarakat (putting customers first). Situasi dan kondisi yang demikian jelas akan menimbulkan banyak sekali problematika yang cukup kompleks, antara lain:

1.      Rendahnya Kualitas Pendidikan Secara Umum
          Salah satu permasalahan  pendidikan yang sampai saat ini masih dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenis, jenjang, jalur, dan satuan pendidikan. Bahkan kalau kita amati lebih cermat kondisi pendidikan di negeri ini dari hari ke hari semakin menurun kualitasnya. Menurut Kusnandar (2010:1) kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai indikator.
a.       Lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Menurut pengamat ekonomi Dr. Berry Priyono, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak memadai untuk digunakan secara mandiri, karena yang dipelajari di lembaga pendidikan sering kali hanya terpaku pada teori sehingga peserta didik kurang kreatif dan inovatif (Kompas, 4 Desember 2004).
b.      Berdasar hasil penelitian tentang Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP 2005, saat ini kita berada pada peringkat 110 dari 174 negara yang diteliti. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan apalagi dengan Cina kita jauh tertinggal. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya daya saing SDM Indonesia untuk memperoleh posisi kerja yang baik di tengah-tengah persaingan global yang kompetitif.
c.       Laporan Internasional Education Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia  berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei.
d.      Mutu akademik antar bangsa melalui Programme Student Assesment for International (PISA)  2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38, sementara untuk bidang Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39.
e.       Laporan World Competitiveness Yearbook tahun 2000, daya saing SDM  Indonesia berada diposisi 46 dari 47 negara yang disurvei.
f.       Posisi perguruan tinggi Indonesia yang dianggap favorit, seperti UI dan UGM hanya berada pada posisi 61 dan 68 dari 77 pergurua n tinggi di Asia.

2.      Masalah Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan memiliki peran penting untuk bisa tercapainya cita-cita atau tujuan pendidikan dapat tercapai. Sejak dahulu pemerintah baru sekedar memberikan janji untuk meningkatkan anggaran pendidikan, namun itu masih sebatas gembar-gembor. Sekali lagi persoalan anggaran pendidikan juga seharusnya tidak ada perbedaan antara negeri dan swasta, sekurang-kurangnya kesenjangan jangan terlalu jauh. Anggaran pendidikan sangat berpengaruh besar pada proses penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan bermoral, termasuk juga profesionalisme guru.
Guru selama ini dituntut untuk berkhidmat secara sempurna dalam melahirkan anak-anak berkualitas. Dengan rendahnya anggaran pendidikan membuat penghargaan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu menjadi rendah.
 Ketentuan anggaran pendidikan dalam UU No.20/2003 pasal 49  dinyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3.      Masalah Sarana Pendidikan
          Pendidikan masih dalam batas tataran janji. Sejak orde baru telah dicanangkan program pendidikan untuk semua melalui program wajib belajar (wajar). Dengan wajar, maka diharapkan tak ada lagi masyarakat Indonesia yang tak pernah menyelesaikan pendidikan dasarnya. Program wajib belajar membebaskan anak didik dari kewajiban membayar uang sekolah. Dalam kenyataannya, ternyata tak ada yang tanpa biaya. Tidak jarang biaya yang dikeluarkan orang tua yang anaknya sekolah di SD negeri bisa sama dengan yang di SD swasta, bahkan ada kecenderungan sekarang ini lembaga pendidikan negeri dengan alasan swastanisasi, biaya sekolah lebih mahal dari sekolah swasta.
          Hal yang lain menyangkut sarana dan prasarana belajar. Persoalan buku misalnya, ini juga menjadi masalah yang akhirnya menjadi beban masyarakat. Tiap tahun buku pelajaran berganti, biaya sekolah menjadi sangat mahal, yang akhirnya menyulitkan bagi orang tua.Oleh karena itu, diharapkan tiap sekolah memiliki perpustakaan yang lengkap, sehingga murid-murid dapat memanfaatkan dan membaca buku di perpustakaan. Laboratorium merupakan bagian dari sarana yang sangat menunjang kualitas pendidikan.

B.  Problematika Keguruan di Indonesia
Dunia pendidikan nasional kita memang sedang menghadapi masalah yang demikian kompleks. Begitu kompleksnya masalah itu tidak jarang guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan. Namun juga tidak terlalu salah, sebab guru memang merupakan salah satu komponen mikrosistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran di dalam proses pendidikan secara luas, khususnya dalam pendidikan persekolahan. Yang menjadi permasalahan keguruan di Indonesia itu antara lain:
1.         Rendahnya Kualitas Guru
Menurut Kusnandar (2010:41) realitas menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia dinilai masih rendah.  Data Balitbang Depdiknas (1999) menunjukkan dari peserta tes guru PNS setelah dilakukan tes bidang studi ternyata rata-rata skor tes seleksinya sangat rendah. B. Uno (2011:135) menguraikan bahwa  guru merupakan titik sentral yang strategis dalam kegiatan pendidikan.  Disamping khusus diangkat untuk mengajar dan mendidik, guru dibebani tugas sebagai pelaku perubahan. Mengingat tugasnya tersebut, masalah kelayakan mengajar menjadi persyaratan yang harus dipenuhi. Padahal, kondisi guru-guru yang ada sekarang cenderung masih memprihatinkan.
2.         Tidak Profesional Dalam Melaksanakan Tugas Keguruan
Profesionalisme guru juga sangat berkaitan dengan kompetensi seorang guru. Kompetensi guru akan membawa dampak terhadap hasil proses pendidikan. Dalam hal ini masih banyak kita dapati guru-guru yang belum memiliki kompetensi dalam bidangnya dan kurang memiliki pengalaman serta kematangan dalam memberikan beragam metode dan teknik pembelajaran, sehingga terkadang guru menjadi bingung menghadapi murid yang nakal, malas, dan sebagainya. Akibatnya, proses pendidikan tidak memperoleh hasil yang diharapkan.
3.      Jumlah guru yang sangat besar
Yaitu menurut data UNESCO 2011, Indonesia memiliki lebih dari 3,4 juta orang guru. Namun, berdasarkan data Kemendikbud hanya 16,9 persen atau 575 ribu orang guru yang memiliki sertifikasi.
4.      Pendataan guru yang belum sepenuhnya selesai
Hal ini mengakibatkan sulitnya untuk mengetahui supply and demand. Sulit memang untuk mengetahui jumlah kekurangan dan kelebihan guru ini secara akurat, hal ini dikarenakan masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan ijazahnya dan data yang dilaporkan oleh pihak sekolah masih banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan.
5.      .         Distribusi guru belum merata
Hal ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah tentang desentralisasi pengelolaan guru serta kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata. Dengan adanya desentralisasi pengelolaan guru terkait dengan kebijakan otonomi daerah yang sedang berlangsung saat ini, menjadikan pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh atas PNS guru maupun non guru yang berada di wilayah kerja kota/kab. tertentu. Hal inilah yang menyebabkan persebaran guru tidak merata
6.      Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV cukup besar
Sampai saat ini memang masih banyak sekali guru SD yang belum berijazah S1, dahulu memang untuk guru SD cukup dengan berijazah DII tapi mulai tahun 2007 kemarin pemerintah mewajibkan semua guru disemua jenjang pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik S1. Beberapa LPTK pun pada tahun ajaran 2007/2008 mulai membuka jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) S1 serta Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) S1.
7.      Belum semua guru mendapatkan program peningkatan kompetensi.
Permasalahan ini terkait dengan kebijakan pemerintah juga, guru yang mengikuti progam-progam peningkatan kompetensi yang diselenggarakan pemerintah seperti PLPG yang saat ini sedang berjalan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu memang. Misalnya berdasarkan masa tugas atau usia, lulus test seleksi, memenuhi target 24 JP mengajar secara linier dan sebagainya. Solusi untuk permasalahan ini yaitu untuk tahun-tahun berikutnya pemerintah harus melakukan penambahan kuota peserta PLPG untuk meminimalisir jumlah guru yang belum mendapatkan progam peningkatan kompetensi, tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan yang diberikan.
8.      Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga membutuhkan kompetensi (ICT) bagi para guru.
Kemampuan guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memang masih rendah terutama guru-guru yang sudah lanjut usia. Kebanyakan dari mereka belum mengenal atau mengoperasikan teknologi-teknologi informasi komunikasi modern yang saat ini seolah-olah sudah menjadi kebutuhan setiap guru dalam mengakses informasi atau sebagai media dalam proses pembelajaran

C.  Mengurai Permasalahan Pendidikan Di Indonesia
Untuk mengurai permasalahan pendidikan di Indonesia, sekaligus dalam rangka menghadapi tantangan dimasa depan, maka harus dilakukan perubahan yang mendasar dalam hal pengelolaan pendidikan.  Semua komponen bangsa tentunya menginginkan Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju di dunia, itu semua akan tercapai manakala pendidikan sudah menjadi prioritas utama dalam pembangunan, dan dikelola secara sungguh-sungguh. Kemauan dan kepedulian itu harus ditunjukkan melalui pelaksanaan dan kontrol yang kuat. Sehingga dengan demikian bangsa ini diharapkan kelak dapat menghasilkan anak didik yang bermutu dan bermoral. Kuncinya adalah kesatuan dan kebersamaan.  Penanggulangan sistem pendidikan di Indonesia mesti dilakukan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab bersama dan bersatu dalam kebersamaan tersebut.

1.      Melakukan Perubahan atas Kesalahan Pendidikan
Paling tidak, ada sepuluh kenderungan kesalahan yang dilakukan pada penyelenggaraan pendidikan yang lalu dan perlu diubah secara bersama agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Sepuluh kesalahan tersebut antara lain :
a. pendidikan terkesan sebagai proses pembelengguan,
b. pendidikan terkesan sebagai proses pembodohan,
c. pendidikan terkesan sebagai proses perampasan hak anak-anak,
d. pendidikan terkesan menghasilkan tindak kekerasan,
e. pendidikan terkesan sebagai proses pengebirian potensi,
f. pendidikan terkesan sebagai pemecah wawasan manusia,
g. pendidikan terkesan sebagai wahana disintergrasi,
h. pendidikan terkesan menghasilkan manusia otoriter,
i. pendidikan terkesan menghasilkan manusia apatis terhadap lingkungan,
j. pendidikan terkesan hanya terjadi disekolah.
Dengan berani jujur atas kesalahan yang telah dilakukan, berani introspeksi dan berani melakukan perubahan secara mendasar, maka tidak akan ada kata terlambat    untuk memulai hal baru yang lebih baik.

2. Memposisikan Pejabat Pendidikan adalah Mereka yang Profesional
      Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak akan habis dibicarakan dan akan selesai masalahnya, jika tidak dilakukan melalui kebijakan politik pemerintah dengan membangun komitmen bersama untuk menjadikan sektor pendidikan merupakan area yang harus dikelola oleh kelompok yang profesional. Artinya, yang duduk dalam birokrasi pendidikan benar-benar ahli dalam pendidikan yang mampu melihat nasib generasi bangsa dimasa yang akan datang dengan berbagai perubahan dan pembaharuan yang dilakukan.
      Rekrutmen tenaga guru harus profesional dan kompeten. Pelaksanaan uji kompetensi dapat dilakukan oleh lembaga independen ( PT, LSM, dan praktisi profesional) dengan membuang jauh-jauh model KKN yang hanya memmperpuruk kualitas pendidikan kita.


3.   Mengarahkan Siswa ke Pendidikan yang Sesuai dengan Kompetensinya
      Kebijakan pemerintah melalui perubahan paradigma pendidikan merupkan alternatif pilihan pendidikan yang dianggap survival dimasa yang akan datang. Dengan tidak diperlakukannya lagi pendidikan berbasis kompetensi, mungkin daerah dapat mengembangkan pendidikan berbasis kawasan. Pendidikan berbasis kawasan tidak cukup diartikulasikan sebagai upaya membangun lembaga pendidikan tertentu didaerah tertentu sesuai potensi alamnya.
      Disamping aspek potensi alamnya, yang lebih penting adalah bagaimana mengarahkan anak pada pendidikan yang sesuai dengan  bakat, minat, dan potensinya sejak dini, mungkin sejak SMP melalui uji kompetensi khusus.
Jika sejak awal anak diarahkan sesuai dengan kawasan potensi yang dimilikinya maka pilihan pendidikan yang dipilihnya ditekuninya dengan baik, yang pada akhirnya anak tersebut menjadi profesional dibidangnya, dengan memanfaatkan ilmunya itu untuk mengelola sumber daya alam yang tersedia di daerah (Uno, 2011:135-136).

D. Beberapa Solusi / Kebijakan  dari Berbagai Problematika Keguruan di Indonesia

1. Peningkatan Profesionalisme Guru
      Guru merupakan titik sentral dari peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar mengajar. Oleh sebab itu peningkatan profesionalisme guru merupakan suatu keharusan.
Dalam kaitan ini, menurut Supriadi (1988) untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:

a.  Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara   
      mengajarnya kepada siswa.
b.  Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi. d.  Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belejar dari 
      pengalamannya.
c.  Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan 
     profesinya.
       Dengan demikian, untuk menjadi guru yang profesional , seorang guru yang sejati harus berdiri di atas prinsip bahwa praksis pendidikan mutlak memerlukan ilmu pendidikan. Para pendidik harus memperjuangkan prinsip itu.
2. Peningkatan Kelayakan Mengajar dan Kesejahteraan Guru
      Apapun alasannya, guru merupakan titik sentral yang strategis dalam kegiatan pendidikan. Disamping khusus diangkat untuk mengerjar dan mendidik, guru diberikan tugas sebagai pelaku pembauran. Mengingat tugasnya tersebut, masalah kelayakan menjadi persyaratan yang harus dipenuhi. Padahal kondisi kemampuan guru-guru yang ada sekarang cenderung masih memprihatinkan.
      Apabila tingkat kelayakan mengajar sudah terpenuhi, tuntutan perbaikan kesejahteraan bagi guru harus menjadi salah satu agenda pokok program pemerintah. tidak sebaliknya, seperti yang selama ini terjadi guru menuntut perbaikan tingkat kesejahteraan sementara mereka tidak memiliki kelayakan yang cukup. Mungkin agak sulit untuk melakukan mekanisme kontrol yang dapat menjamin bahwa kenaikan gaji atau tunjangan guru akan diikuti secara signifikan dengan ditinggalkannya kerja sampingan oleh guru-guru. Padahal, keprofesionalan seseorang akan ditentukan oleh tingkat kinerja sesuai dengan profesi yang digelutinya.

3.   Memberikan Tunjangan Layak Hidup Bagi Guru yang Masuk Purnatugas
Pekerjaan sebagai seorang guru adalah pekerjaan profesional yang penuh dengan pengabdian karena berurusan dengan upaya membentuk pola pikir, perilaku, dan tindakan manusia. Oleh karena itu, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan setengah hati. Sebagai imbalan jasa yang pernah diberikan harus seimbang dengan kebutuhan dan hari depan guru. Idealnya guru dapat tunjangan rumah, kendaraan, kesehatan, dan tujangan rekreasi keluar negeri minimal di 5 kota besar di Indonesia. Disamping tunjangan lainnya akan tetapi, pemikiran kearah itu masih memerlukan proses yang panjang. Oleh karena itu, pemikiran menjamin kesejahteraan guru setelah masuk purnatugas perlu ada kebijakan pendidikan khusus bagi guru yang sudah berumur 50 tahun, yang diorientasikan pada kesiapan mereka masuk kedunia kerja baru. Program pendidikan ini merupakan pendidikan praktis-pragmatis, yang diikuti pemberian modal kerja yang sesuai dengan jenis pilihan pekerjaan barunya.
4.   Membentuk Kebiasaan Guru Efektif
      Ketidakberhasilan pendidikan salah satu penyebabnya adalah proses pembelajaran yang terjadi tidak efektif. Yakni tidak memenuhi sasaran yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi manakala guru sebagai ujung tombak pendidikan bukan merupakan pribadi efektif sehingga didalam mengelola pembelajaran juga tidak efektif. Untuk itu perlu diupayakan agar guru-guru menjadi manusia-manusia yang efektif.
      Sukadi (2006:72-75) menjelaskan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran, guru harus memiliki seperangkat ciri kebiasaan efektif. Stephen R. Covey dalam bukunya 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif (1994), mengatakan bahwa tanda-tanda manusia efektif adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.   Berfikir Proaktif
      Manusia efektif adalah manusia yang pikirannya berorientasi pada peluang, bukan pada kesulitan. Apabila ia menghadapi kesulitan dalam hidupnya, ia tidak terbelengu dengan kesulitan itu. Orang proaktif tidak berteriak gelap saat menghadapi suasana gelap, namun akan berupaya membuat suasana gelap menjadi terang, meskipun hanya dengan menyalakan sebuah lilin.
Sebaliknya, guru yang mudah bereaksi dan reaksinya negatif atas persoalan yang muncul maka disebut guru reaktif. Guru reaktif tidak akan efektif.
b.   Memiliki Tujuan (Visi dan Misi) yang Jelas
      Dalam dunia pendidikan, seorang guru efektif tanpak dalam tujuannya (visi dan misinya). Memang, pada praktiknya banyak guru yang asal mengajar atau asal-asalan. Guru efektif tidak akan asal mengajar. Ia mengemban visi dan misi, yaitu membangun masa depan bangsa dan negara, serta umat manusia.
c. Pandai Membuat dan Menetukan Skala Prioritas
      Manusia efektif bertindak dengan skala prioritas. Ia tidak asal bertindak. Tindakannya selalu diarahkan pada tujuan-tujuan yang jelas dan mulia.Guru efektif juga demikian. Kendati pun ia memiliki banyak aktifitas tetapi tindakannya selalu menuntut skala prioritas. Prioritas utama bagi guru efektif adalah masa depan murid-muridnya, bukan kepentingan pribadi atau kelompoknya.
d.   Berpikir menang-menang (win-win)
      Dalam pola dan hubungan komunikasi guru efektif berpikir menang-menang (win-Win). Ia tidak membiarkan dirinya dirugikan tetapi ia pun tidak mau merugikan orang lain. Dalam situasi sesulit apapun, orang efektif selalu menjunjung pola hubungan win-win. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat 4 pola hubungan, yaitu win-lose (menang-kalah), lose-win (kalah-menang), lose-lose (kalah-kalah), win-win (menang-menang).
      Pola win-lose biasanya digunakan oleh orang-orang egois. Pola lose-win digunakan oleh orang-orang yang minder dan kurang rasa percaya diri. Pola lose-lose dipraktikan oleh orang-orang yang berputus asa dan tidak berdaya untuk membuat pilihan terbaik. Orang efektif, menggunakan pola hubungan win-win (menang-menang).
e.   Senang Bekerja Sama
      Guru efektif mengembangkan prinsip kemitraan dalam menunaikan tugasnya. Ia tidak memandang dirinya sebagai orang super. Ia juga tidak memandang peserta didiknya lemah. Guru efektif memandang setiap manusia sebagai sosok yang memiliki potensi dan mampu memberdayakan potensi yang dimilikinya untuk meraih sukses dan dapat mengabdi kepada masyarakat disekitarnya.
f.    Memerhatikan Orang Lain
      Guru efektif memberikan perhatian yang lebih terhadap siswa dan profesinya. Ia tidak mengedepankan tuntutan untuk dirinya. Guru efektif memilih keyakinan bahwa bila ia memrhatikan siswa dan profesinya secara maksimal, ia akan mendapat perhatian yang sebanding. Guru efektif memiliki keyakinan yang kuat bahwa tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan amal hambanya, sekecil apapun amal itu ia berikan. Oleh karena itu, guru efektif selalu menanam investasi kebaikan pada siswa dan tugas profesinya.
g. Selalu Belajar Sepanjang Waktu
      Guru efektif sangat memahami bahwa gergaji akan tetap tajam apabila terus diasah. Ia sadar bahwa belajar merupakan tuntunan mutlak agar pemikiran dan ilmunya tetap tajam. Sebaliknya, guru yang tidak efektif malas belajar. Ia menganggap bahwa dirinya sudah pintar sehingga tidak perlu belajar lagi. Padahal, berhenti belajar berarti memutuskan diri untuk mundur dari gelangan kesuksesan.
Sumber Referensi :
B. Uno,Hamzah. 2011. Profesi Kependidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Kusnandar. 2010. Profesi Keguruan. Jakarta. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukadi. 2006. Guru Powerful Guru Masa Depan. Bandung: Qolbu.

(http://isaninside.files.wordpress.com. diakses tgl. 8 April 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar