Permasalahan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu pilar
kehidupan bangsa. Masa depan suatu bangsa bisa diketahui melalui sejauh mana
komitmen masyarakat, bangsa atau pun negara dalam menyelenggarakan Pendidikan
Nasional.
Pendidikan dalam konteks upaya
memperbaiki suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa) yang
dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara
agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
menjalankan fungsi-fungsi kehidupan yang selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan
kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa.
Amanat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dinyatakan dalam UUD 1945 dengan tegas dan jelas memposisikan pendidikan
nasional pada posisi strategis sebagai instrumen perjuangan bangsa yang tidak
hanya berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa tapi membangun bangsa, peradaban
bangsa, nilai-nilai moral dan semangat perjuanganan bangsa untuk mempertahankan
eksistensi bangsa dan negara. Salah satu amanat UUD 1945 kemudian diatur lebih
lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah-ubah.
Sejalan dengan perkembangan zaman, maka
timbul permasalahan-permasalahan pendidikan yang kompleks. Memasuki abad ke-21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi
heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan
nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya
keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Berbagai persoalan pendidikan muncul
dan berkembang seperti rendahnya kualitas pendidikan secara umum, masalah anggaran pendidikan, tidak meratanya kesempatan
pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Lebih khusus lagi, problematika juga terjadi pada profesi keguruan yang merupakan
ujung tombak dunia pendidikan. Beberapa permasalahan tersebut antara lain
rendahnya kualitas guru, tidak profesional dalam melaksanakzan tugas keguruan ,
kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, tingkat kesejahteraan guru yang relatif masih
rendah dan distribusi pemerataan penempatan
guru yang kurang seimbang.
Banyaknya permasalahan yang timbul
dalam dunia pendidikan merupakan suatu
tantangan besar yang harus dihadapi oleh seluruh komponen pendidik. Permasalahan
pendidikan merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Hal inilah yang
melatarbelakangi penulis untuk melakukan kajian problematika pendidik di
Indonesia yang merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan kualitas dan
mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara
lain.
A. Berbagai Permasalahan
Pendidikan di Indonesia
UUD 1945
mengamanatkan
pendidikian sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan
menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas handal yang dapat
membangun bangsa dan negara yang akan bermuara pada tingkat kehidupan yang
layak dan sejahtera serta mampu berdaya saing tinggi sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman dan teknologi.
Dalam upaya mengemban amanat tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai persoalan
yang muncul silih berganti melanda dunia pendidikan nasional. Persoalan
pendidikan di Indonesia adalah persoalan yang rumit, yang dimaksud di sini
mengandung banyak macam problematika.
Indonesia saat ini berada dalam
situasi transisi dari era sentralisasi ke era desentralisasi, upaya pembuatan
kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasinya yang dulu dilakukan secara
terpusat oleh aparat pemerintah pusat, sekarang didistribusikan secara
desentralisasi ke daerah-daerah. Demikian juga halnya urusan pendidikan,
terjadi perubahan paradigma yang dulunya sarwa Negara (state driven) kini mulai
berorientasi pada aspirasi masyarakat (putting customers first). Situasi dan
kondisi yang demikian jelas akan menimbulkan banyak sekali problematika yang
cukup kompleks, antara lain:
1. Rendahnya Kualitas Pendidikan Secara Umum
Salah satu permasalahan pendidikan yang sampai saat ini masih dihadapi
bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenis, jenjang,
jalur, dan satuan pendidikan. Bahkan kalau
kita amati lebih cermat kondisi pendidikan di negeri ini dari hari ke hari
semakin menurun kualitasnya. Menurut Kusnandar (2010:1) kualitas pendidikan
Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari
berbagai indikator.
a.
Lulusan
dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena
minimnya kompetensi yang dimiliki. Menurut pengamat ekonomi Dr. Berry Priyono,
bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak memadai untuk
digunakan secara mandiri, karena yang dipelajari di lembaga pendidikan sering
kali hanya terpaku pada teori sehingga peserta didik kurang kreatif dan
inovatif (Kompas, 4 Desember 2004).
b.
Berdasar hasil penelitian tentang Human
Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP 2005, saat ini kita
berada pada peringkat 110 dari 174 negara yang diteliti. Jika dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan apalagi dengan
Cina kita jauh tertinggal. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya daya saing SDM
Indonesia untuk memperoleh posisi kerja yang baik di tengah-tengah persaingan
global yang kompetitif.
c.
Laporan Internasional Education
Achievement (IEA) bahwa kemampuan
membaca siswa SD Indonesia berada di
urutan 38 dari 39 negara yang disurvei.
d.
Mutu akademik antar bangsa melalui Programme
Student Assesment for International (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang
disurvei untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38, sementara untuk
bidang Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39.
e.
Laporan World Competitiveness
Yearbook tahun 2000, daya saing SDM
Indonesia berada diposisi 46 dari 47 negara yang disurvei.
f.
Posisi perguruan tinggi Indonesia yang dianggap favorit, seperti UI dan
UGM hanya berada pada posisi 61 dan 68 dari 77 pergurua n tinggi di Asia.
2. Masalah
Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan memiliki peran
penting untuk bisa tercapainya cita-cita atau tujuan pendidikan dapat tercapai.
Sejak dahulu pemerintah baru sekedar memberikan janji untuk meningkatkan
anggaran pendidikan, namun itu masih sebatas gembar-gembor. Sekali lagi
persoalan anggaran pendidikan juga seharusnya tidak ada perbedaan antara negeri
dan swasta, sekurang-kurangnya kesenjangan jangan terlalu jauh. Anggaran
pendidikan sangat berpengaruh besar pada proses penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas dan bermoral, termasuk juga profesionalisme guru.
Guru selama ini dituntut untuk
berkhidmat secara sempurna dalam melahirkan anak-anak berkualitas. Dengan
rendahnya anggaran pendidikan membuat penghargaan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu
menjadi rendah.
Ketentuan anggaran pendidikan dalam UU
No.20/2003 pasal 49 dinyatakan bahwa
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
3. Masalah Sarana
Pendidikan
Pendidikan masih dalam batas tataran janji. Sejak orde baru telah
dicanangkan program pendidikan untuk semua melalui program wajib belajar
(wajar). Dengan wajar, maka diharapkan tak ada lagi masyarakat Indonesia yang
tak pernah menyelesaikan pendidikan dasarnya. Program wajib belajar membebaskan
anak didik dari kewajiban membayar uang sekolah. Dalam kenyataannya, ternyata
tak ada yang tanpa biaya. Tidak jarang biaya yang dikeluarkan orang tua yang
anaknya sekolah di SD negeri bisa sama dengan yang di SD swasta, bahkan ada
kecenderungan sekarang ini lembaga pendidikan negeri dengan alasan
swastanisasi, biaya sekolah lebih mahal dari sekolah swasta.
Hal yang
lain menyangkut sarana dan prasarana belajar. Persoalan buku misalnya, ini juga
menjadi masalah yang akhirnya menjadi beban masyarakat. Tiap tahun buku
pelajaran berganti, biaya sekolah menjadi sangat mahal, yang akhirnya
menyulitkan bagi orang tua.Oleh karena itu, diharapkan tiap sekolah memiliki
perpustakaan yang lengkap, sehingga murid-murid dapat memanfaatkan dan membaca
buku di perpustakaan. Laboratorium merupakan bagian dari sarana yang sangat
menunjang kualitas pendidikan.
B.
Problematika Keguruan di Indonesia
Dunia pendidikan nasional kita memang sedang menghadapi
masalah yang demikian kompleks. Begitu kompleksnya masalah itu tidak jarang
guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling
bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan. Namun
juga tidak terlalu salah, sebab
guru memang merupakan salah satu komponen mikrosistem pendidikan yang sangat
strategis dan banyak mengambil peran di dalam proses pendidikan secara luas,
khususnya dalam pendidikan persekolahan. Yang menjadi permasalahan keguruan di
Indonesia itu antara lain:
1.
Rendahnya Kualitas Guru
Menurut Kusnandar (2010:41) realitas menunjukkan bahwa mutu guru di
Indonesia dinilai masih rendah. Data
Balitbang Depdiknas (1999) menunjukkan dari peserta tes guru PNS setelah
dilakukan tes bidang studi ternyata rata-rata skor tes seleksinya sangat
rendah. B. Uno (2011:135) menguraikan bahwa guru merupakan titik sentral yang strategis
dalam kegiatan pendidikan. Disamping
khusus diangkat untuk mengajar dan mendidik, guru dibebani tugas sebagai pelaku
perubahan. Mengingat tugasnya tersebut, masalah kelayakan mengajar menjadi
persyaratan yang harus dipenuhi. Padahal, kondisi guru-guru yang ada sekarang
cenderung masih memprihatinkan.
2. Tidak
Profesional Dalam Melaksanakan Tugas Keguruan
Profesionalisme guru juga sangat
berkaitan dengan kompetensi seorang guru. Kompetensi guru akan membawa dampak
terhadap hasil proses pendidikan. Dalam hal ini masih banyak kita dapati
guru-guru yang belum memiliki kompetensi dalam bidangnya dan kurang memiliki
pengalaman serta kematangan dalam memberikan beragam metode dan teknik
pembelajaran, sehingga terkadang guru menjadi bingung menghadapi murid yang
nakal, malas, dan sebagainya. Akibatnya, proses pendidikan tidak memperoleh
hasil yang diharapkan.
3.
Jumlah guru yang sangat besar
Yaitu menurut data UNESCO
2011, Indonesia memiliki lebih dari 3,4 juta orang guru. Namun, berdasarkan
data Kemendikbud hanya 16,9 persen atau 575 ribu orang guru yang memiliki
sertifikasi.
4.
Pendataan guru yang belum sepenuhnya selesai
Hal ini
mengakibatkan sulitnya untuk mengetahui supply
and demand. Sulit
memang untuk mengetahui jumlah kekurangan dan kelebihan guru ini secara akurat,
hal ini dikarenakan masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan
ijazahnya dan data yang dilaporkan oleh pihak sekolah masih banyak yang tidak
sesuai dengan kenyataan.
5.
.
Distribusi guru belum merata
Hal
ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah tentang desentralisasi
pengelolaan guru serta kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata.
Dengan adanya desentralisasi pengelolaan guru terkait dengan kebijakan otonomi
daerah yang sedang berlangsung saat ini, menjadikan pemerintah daerah mempunyai
wewenang penuh atas PNS guru maupun non guru yang berada di wilayah kerja
kota/kab. tertentu. Hal inilah yang menyebabkan persebaran guru tidak merata
6.
Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV
cukup besar
Sampai
saat ini memang masih banyak sekali guru SD yang belum berijazah S1, dahulu
memang untuk guru SD cukup dengan berijazah DII tapi mulai tahun 2007 kemarin
pemerintah mewajibkan semua guru disemua jenjang pendidikan harus memiliki
kualifikasi akademik S1. Beberapa LPTK pun pada tahun ajaran 2007/2008 mulai
membuka jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) S1 serta Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) S1.
7.
Belum semua guru mendapatkan program peningkatan
kompetensi.
Permasalahan ini
terkait dengan kebijakan pemerintah juga, guru yang mengikuti progam-progam
peningkatan kompetensi yang diselenggarakan pemerintah seperti PLPG yang saat
ini sedang berjalan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu memang.
Misalnya berdasarkan masa tugas atau usia, lulus test seleksi, memenuhi target
24 JP mengajar secara linier dan sebagainya. Solusi untuk permasalahan ini
yaitu untuk tahun-tahun berikutnya pemerintah harus melakukan penambahan kuota
peserta PLPG untuk meminimalisir jumlah guru yang belum mendapatkan progam
peningkatan kompetensi, tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan yang
diberikan.
8.
Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga membutuhkan kompetensi (ICT) bagi para guru.
Kemampuan
guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memang masih
rendah terutama guru-guru yang sudah lanjut usia. Kebanyakan dari mereka belum
mengenal atau mengoperasikan teknologi-teknologi informasi komunikasi modern
yang saat ini seolah-olah sudah menjadi kebutuhan setiap guru dalam mengakses
informasi atau sebagai media dalam proses pembelajaran
C. Mengurai Permasalahan Pendidikan Di Indonesia
Untuk mengurai permasalahan pendidikan di Indonesia,
sekaligus dalam rangka menghadapi tantangan dimasa depan, maka harus dilakukan
perubahan yang mendasar dalam hal pengelolaan pendidikan. Semua komponen bangsa tentunya menginginkan
Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju di dunia, itu semua akan
tercapai manakala pendidikan sudah menjadi prioritas utama dalam pembangunan,
dan dikelola secara sungguh-sungguh. Kemauan dan kepedulian itu harus
ditunjukkan melalui pelaksanaan dan kontrol yang kuat. Sehingga dengan
demikian bangsa ini diharapkan kelak dapat menghasilkan anak didik yang bermutu
dan bermoral. Kuncinya adalah kesatuan dan kebersamaan. Penanggulangan sistem pendidikan di Indonesia
mesti dilakukan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab bersama dan bersatu
dalam kebersamaan tersebut.
1. Melakukan Perubahan atas Kesalahan Pendidikan
Paling tidak, ada sepuluh
kenderungan kesalahan yang dilakukan pada penyelenggaraan pendidikan yang lalu
dan perlu diubah secara bersama agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Sepuluh
kesalahan tersebut antara lain :
a. pendidikan terkesan sebagai
proses pembelengguan,
b. pendidikan terkesan sebagai
proses pembodohan,
c. pendidikan terkesan sebagai
proses perampasan hak anak-anak,
d. pendidikan terkesan menghasilkan
tindak kekerasan,
e. pendidikan terkesan sebagai
proses pengebirian potensi,
f. pendidikan terkesan sebagai
pemecah wawasan manusia,
g. pendidikan terkesan sebagai
wahana disintergrasi,
h. pendidikan terkesan menghasilkan
manusia otoriter,
i. pendidikan terkesan menghasilkan
manusia apatis terhadap lingkungan,
j. pendidikan terkesan hanya terjadi
disekolah.
Dengan berani jujur atas kesalahan
yang telah dilakukan, berani introspeksi dan berani melakukan perubahan secara
mendasar, maka tidak akan ada kata terlambat
untuk memulai hal baru yang lebih baik.
2.
Memposisikan Pejabat Pendidikan adalah Mereka yang Profesional
Kebijakan
peningkatan mutu pendidikan tidak akan habis dibicarakan dan akan selesai
masalahnya, jika tidak dilakukan melalui kebijakan politik pemerintah dengan
membangun komitmen bersama untuk menjadikan sektor pendidikan merupakan area
yang harus dikelola oleh kelompok yang profesional. Artinya, yang duduk dalam
birokrasi pendidikan benar-benar ahli dalam pendidikan yang mampu melihat nasib
generasi bangsa dimasa yang akan datang dengan berbagai perubahan dan
pembaharuan yang dilakukan.
Rekrutmen
tenaga guru harus profesional dan kompeten. Pelaksanaan uji kompetensi dapat
dilakukan oleh lembaga independen ( PT, LSM, dan praktisi profesional) dengan
membuang jauh-jauh model KKN yang hanya memmperpuruk kualitas pendidikan kita.
3. Mengarahkan Siswa ke Pendidikan yang Sesuai
dengan Kompetensinya
Kebijakan
pemerintah melalui perubahan paradigma pendidikan merupkan alternatif pilihan
pendidikan yang dianggap survival dimasa yang akan datang. Dengan tidak
diperlakukannya lagi pendidikan berbasis kompetensi, mungkin daerah dapat
mengembangkan pendidikan berbasis kawasan. Pendidikan berbasis kawasan tidak
cukup diartikulasikan sebagai upaya membangun lembaga pendidikan tertentu
didaerah tertentu sesuai potensi alamnya.
Disamping
aspek potensi alamnya, yang lebih penting adalah bagaimana mengarahkan anak
pada pendidikan yang sesuai dengan
bakat, minat, dan potensinya sejak dini, mungkin sejak SMP melalui uji
kompetensi khusus.
Jika sejak awal anak diarahkan
sesuai dengan kawasan potensi yang dimilikinya maka pilihan pendidikan yang
dipilihnya ditekuninya dengan baik, yang pada akhirnya anak tersebut menjadi
profesional dibidangnya, dengan memanfaatkan ilmunya itu untuk mengelola sumber
daya alam yang tersedia di daerah (Uno, 2011:135-136).
D. Beberapa Solusi / Kebijakan dari Berbagai Problematika Keguruan di
Indonesia
1. Peningkatan
Profesionalisme Guru
Guru merupakan titik sentral
dari peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar
mengajar. Oleh sebab itu peningkatan profesionalisme guru merupakan suatu
keharusan.
Dalam kaitan ini, menurut Supriadi (1988) untuk menjadi profesional
seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
a. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada siswa.
b. Guru bertanggung jawab memantau
hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi. d. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa
yang dilakukannya dan belejar dari
pengalamannya.
c. Guru seyogyanya merupakan
bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
Dengan demikian, untuk menjadi guru yang profesional , seorang guru yang sejati harus berdiri di atas prinsip bahwa praksis pendidikan mutlak memerlukan ilmu pendidikan. Para pendidik harus memperjuangkan prinsip itu.
Dengan demikian, untuk menjadi guru yang profesional , seorang guru yang sejati harus berdiri di atas prinsip bahwa praksis pendidikan mutlak memerlukan ilmu pendidikan. Para pendidik harus memperjuangkan prinsip itu.
2. Peningkatan Kelayakan Mengajar dan
Kesejahteraan Guru
Apapun alasannya, guru merupakan titik
sentral yang strategis dalam kegiatan pendidikan. Disamping khusus diangkat
untuk mengerjar dan mendidik, guru diberikan tugas sebagai pelaku pembauran.
Mengingat tugasnya tersebut, masalah kelayakan menjadi persyaratan yang harus
dipenuhi. Padahal kondisi kemampuan guru-guru yang ada sekarang cenderung masih
memprihatinkan.
Apabila tingkat kelayakan mengajar sudah
terpenuhi, tuntutan perbaikan kesejahteraan bagi guru harus menjadi salah satu
agenda pokok program pemerintah. tidak sebaliknya, seperti yang selama ini
terjadi guru menuntut perbaikan tingkat kesejahteraan sementara mereka tidak
memiliki kelayakan yang cukup. Mungkin agak sulit untuk melakukan mekanisme
kontrol yang dapat menjamin bahwa kenaikan gaji atau tunjangan guru akan diikuti
secara signifikan dengan ditinggalkannya kerja sampingan oleh guru-guru.
Padahal, keprofesionalan seseorang akan ditentukan oleh tingkat kinerja sesuai
dengan profesi yang digelutinya.
3. Memberikan
Tunjangan Layak Hidup Bagi Guru yang Masuk Purnatugas
Pekerjaan
sebagai seorang guru adalah pekerjaan profesional yang penuh dengan pengabdian
karena berurusan dengan upaya membentuk pola pikir, perilaku, dan tindakan
manusia. Oleh karena itu, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan setengah hati.
Sebagai imbalan jasa yang pernah diberikan harus seimbang dengan kebutuhan dan
hari depan guru. Idealnya guru dapat tunjangan rumah, kendaraan, kesehatan, dan
tujangan rekreasi keluar negeri minimal di 5 kota besar di Indonesia. Disamping
tunjangan lainnya akan tetapi, pemikiran kearah itu masih memerlukan proses
yang panjang. Oleh karena itu, pemikiran menjamin kesejahteraan guru setelah
masuk purnatugas perlu ada kebijakan pendidikan khusus bagi guru yang sudah
berumur 50 tahun, yang diorientasikan pada kesiapan mereka masuk kedunia kerja
baru. Program pendidikan ini merupakan pendidikan praktis-pragmatis, yang
diikuti pemberian modal kerja yang sesuai dengan jenis pilihan pekerjaan
barunya.
4. Membentuk
Kebiasaan Guru Efektif
Ketidakberhasilan pendidikan salah satu
penyebabnya adalah proses pembelajaran yang terjadi tidak efektif. Yakni tidak
memenuhi sasaran yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi manakala guru sebagai
ujung tombak pendidikan bukan merupakan pribadi efektif sehingga didalam
mengelola pembelajaran juga tidak efektif. Untuk itu perlu diupayakan agar
guru-guru menjadi manusia-manusia yang efektif.
Sukadi (2006:72-75) menjelaskan bahwa
untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran, guru harus memiliki seperangkat
ciri kebiasaan efektif. Stephen R. Covey dalam bukunya 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif (1994), mengatakan bahwa
tanda-tanda manusia efektif adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berfikir Proaktif
Manusia efektif adalah manusia yang
pikirannya berorientasi pada peluang, bukan pada kesulitan. Apabila ia
menghadapi kesulitan dalam hidupnya, ia tidak terbelengu dengan kesulitan itu.
Orang proaktif tidak berteriak gelap saat menghadapi suasana gelap, namun akan
berupaya membuat suasana gelap menjadi terang, meskipun hanya dengan menyalakan
sebuah lilin.
Sebaliknya,
guru yang mudah bereaksi dan reaksinya negatif atas persoalan yang muncul maka
disebut guru reaktif. Guru reaktif tidak akan efektif.
b. Memiliki Tujuan (Visi dan Misi) yang Jelas
Dalam dunia pendidikan, seorang guru efektif
tanpak dalam tujuannya (visi dan misinya). Memang, pada praktiknya banyak guru
yang asal mengajar atau asal-asalan. Guru efektif tidak akan asal mengajar. Ia
mengemban visi dan misi, yaitu membangun masa depan bangsa dan negara, serta
umat manusia.
c. Pandai
Membuat dan Menetukan Skala Prioritas
Manusia efektif bertindak dengan skala
prioritas. Ia tidak asal bertindak. Tindakannya selalu diarahkan pada
tujuan-tujuan yang jelas dan mulia.Guru efektif juga demikian. Kendati pun ia
memiliki banyak aktifitas tetapi tindakannya selalu menuntut skala prioritas.
Prioritas utama bagi guru efektif adalah masa depan murid-muridnya, bukan
kepentingan pribadi atau kelompoknya.
d. Berpikir menang-menang (win-win)
Dalam pola dan hubungan komunikasi guru
efektif berpikir menang-menang (win-Win). Ia tidak membiarkan dirinya dirugikan
tetapi ia pun tidak mau merugikan orang lain. Dalam situasi sesulit apapun,
orang efektif selalu menjunjung pola hubungan win-win. Dalam kehidupan
sehari-hari, terdapat 4 pola hubungan, yaitu win-lose (menang-kalah), lose-win
(kalah-menang), lose-lose (kalah-kalah), win-win (menang-menang).
Pola win-lose biasanya digunakan oleh
orang-orang egois. Pola lose-win digunakan oleh orang-orang yang minder dan
kurang rasa percaya diri. Pola lose-lose dipraktikan oleh orang-orang yang
berputus asa dan tidak berdaya untuk membuat pilihan terbaik. Orang efektif,
menggunakan pola hubungan win-win (menang-menang).
e. Senang Bekerja Sama
Guru efektif mengembangkan prinsip
kemitraan dalam menunaikan tugasnya. Ia tidak memandang dirinya sebagai orang
super. Ia juga tidak memandang peserta didiknya lemah. Guru efektif memandang
setiap manusia sebagai sosok yang memiliki potensi dan mampu memberdayakan
potensi yang dimilikinya untuk meraih sukses dan dapat mengabdi kepada
masyarakat disekitarnya.
f. Memerhatikan Orang Lain
Guru efektif memberikan perhatian yang
lebih terhadap siswa dan profesinya. Ia tidak mengedepankan tuntutan untuk
dirinya. Guru efektif memilih keyakinan bahwa bila ia memrhatikan siswa dan
profesinya secara maksimal, ia akan mendapat perhatian yang sebanding. Guru
efektif memiliki keyakinan yang kuat bahwa tuhan tidak akan pernah
menyia-nyiakan amal hambanya, sekecil apapun amal itu ia berikan. Oleh karena
itu, guru efektif selalu menanam investasi kebaikan pada siswa dan tugas
profesinya.
g. Selalu
Belajar Sepanjang Waktu
Guru efektif sangat memahami bahwa gergaji
akan tetap tajam apabila terus diasah. Ia sadar bahwa belajar merupakan
tuntunan mutlak agar pemikiran dan ilmunya tetap tajam. Sebaliknya,
guru yang tidak efektif malas belajar. Ia menganggap bahwa dirinya sudah pintar
sehingga tidak perlu belajar lagi. Padahal, berhenti belajar berarti memutuskan
diri untuk mundur dari gelangan kesuksesan.
Sumber
Referensi :
B. Uno,Hamzah. 2011. Profesi
Kependidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Kusnandar. 2010. Profesi Keguruan. Jakarta. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sukadi. 2006. Guru Powerful
Guru Masa Depan. Bandung: Qolbu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar